Sukses

Bupati Trenggalek Menyulam Ajaran Bung Karno di Hari Santri: Nasionalisme dan Religius Bisa Bersanding

Bupati Trenggalek, Muchammad Arifin, memaknai ajaran Bung Karno sebagai refleksi Islam progresif yang menuntun manusia untuk merdeka dan berkeadilan, yang semangat nasionalisme dan religiusitas dapat berpadu.

Diterbitkan 23 Oktober 2025, 00:30 WIB

Liputan6.com, Jakarta Bupati Trenggalek, Muchammad Arifin, punya cara tersendiri dalam memadukan ajaran Bung Karno dan nilai-nilai Islam dalam kepemimpinannya.

Baginya, nasionalisme dan Islam bukan dua hal yang berseberangan, melainkan sebagai kekuatan moral dan sosial yang membangun bangsa. Hal itu disampaikan Arifin dalam Diskusi Hari Santri di Sekolah Partai PDI Perjuangan (PDIP), Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2025).

Arifin bercerita, sebelum menulis buku tentang ajaran Bung Karno, dirinya sempat sowan ke sejumlah kiai. Dari Romo Kiai Husen Ilyas, pengasuh Ponpes Al-Misbar Mojokerto, Arifin mendengar kisah Bung Karno sewaktu muda ternyata kerap tinggal di rumah sang kiai dan rajin membaca Al-Qur’an selepas Magrib.

“Suaranya Bung Karno waktu baca Al-Qur’an enak,” ujar Arifin menirukan sang kiai.

Pengalaman itu menguatkan keyakinannya bahwa perjuangan Bung Karno tak lepas dari nilai Islam yang menuntun manusia untuk merdeka dan berkeadilan. Ia melihat, semangat itu masih dijaga oleh PDIP di bawah Megawati Soekarnoputri.

“Nasionalisme dan Islamnya dapat dua-duanya. Jadi saya meyakini di PDIP bisa jadi amal jariyah saya,” tegasnya.

Arifin menilai ajaran Bung Karno tentang politik menuntut, tidak lagi meminta-minta merupakan wujud Islam progresif yang menyeru manusia untuk bangkit dan memperjuangkan keadilan.

Menurutnya, ajaran Bung Karno tentang politik menuntut, bukan meminta, adalah wujud Islam progresif yang menyeru umat untuk berdiri tegak memperjuangkan keadilan.

Ia juga mengaitkan visi “merawat pertiwi” dari Megawati dengan konsep khalifah fil ardh dalam Islam.

“Ini bukan hanya soal pertahanan terhadap perang, tapi juga krisis iklim seperti yang dirisaukan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri,” jelas Arifin.

 

Promosi 1
2 dari 3 halaman

Berbagi Pengalaman

Dalam kepemimpinannya di Trenggalek, Arifin menjalankan nilai itu lewat program yang membuka ruang bagi santri dan anak muda untuk berperan aktif.

Salah satunya adalah Festival Gagasan, wadah bagi generasi muda untuk menyampaikan ide pembangunan.

“Santri Muhammadiyah punya bank sampah, kemudian diuji oleh panelis. Kalau lolos, usulan itu didanai APBD dan jadi bagian dari 10 program prioritas kabupaten,” terang Arifin.

Suasana diskusi semakin hidup ketika para peserta muda ikut berbagi pengalaman dan pandangan.

Ketua Umum Kopri PB PMII, Wulansari, menyoroti keresahan anak muda terhadap krisis identitas dan pentingnya membangun karakter kepemimpinan yang berakar pada ilmu dan nilai kebangsaan.

“Ciri seorang santri itu mengabdi pada ilmu. Kita lebih mudah takjub pada orang-orang berkelas karena keilmuannya,” ujar Wulansari.

 

3 dari 3 halaman

Harus Realistis

Sementara Hawra Tustari, seorang pilot muda berprestasi di tingkat internasional, mengungkap pandangan generasinya yang realistis terhadap sistem sosial dan politik.

“Anak muda itu bukan apatis tapi realistis. Kita lihat sistem itu gitu-gitu aja, ganti presiden, ganti pemimpin, ya gitu-gitu aja. Tapi bukan berarti kita berhenti berharap,” kata Hawra.

Hawra berharap semangat go internasional anak muda tetap diimbangi dengan tekad untuk kembali membangun Indonesia.

EnamPlus